Kegiatan Belajar 1
PANCASILA DAN PERMASALAHAN
SARA
Konflik itu dapat berupa konflik vertikal maupun horisontal.
Konflik vertikal misalnya antara si kuat dengan si lemah, antara penguasa
dengan rakyat, antara mayoritas dengan minoritas, dan sebagainya. Sementara itu
konflik horisontal ditunjukkan misalnya konflik antarumat beragama, antarsuku,
atarras, antargolongan dan sebagainya. Jurang pemisah ini merupakan potensi
bagi munculnya konflik.
Data-data empiris menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang tersusun atas berbagai unsur yang
sangat pluralistik, baik ditinjau dari suku, agama, ras, dan golongan.
Pluralitas ini di satu pihak dapat merupakan potensi yang sangat besar dalam
pembangunan bangsa, namun di lain pihak juga merupakan sumber potensial bagi
munculnya berbagai konflik yang mengarah pada disintegrasi bangsa.
Pada prinsipnya Pancasila dibangun di atas kesadaran adanya
kompleksitas, heterogenitas atau pluralitas kenyataan dan pandangan. Artinya
segala sesuatu yang mengatasnamakan Pancasila tetapi tidak memperhatikan
prinsip ini, maka akan gagal.
Berbagai ketentuan normatif tersebut antara lain: Pertama, Sila
ke-3 Pancasila secara eksplisit disebutkan “Persatuan Indonesia“. Kedua, Penjelasan UUD 1945 tentang Pokok-pokok Pikiran
dalam Pembukaan terutama pokok pikiran pertama. Ketiga, Pasal-Pasal UUD 1945
tentang Warga Negara, terutama tentang hak-hak menjadi warga negara. Keempat,
Pengakuan terhadap keunikan dan kekhasan yang berasal dari berbagai daerah di
Indonesia juga diakui, (1) seperti yang terdapat dalam penjelasan UUD 1945
tentang Pemerintahan Daerah yang mengakui kekhasan daerah, (2) Penjelasan Pasal
32 UUD 1945 tentang puncak-puncak kebudayaan daerah dan penerimaan atas budaya
asing yang sesuai dengan budaya Indonesia; (3) penjelasan Pasal 36 tentang
peng-hormatan terhadap bahasa-bahasa daerah. Kiranya dapat disimpulkan bahwa
secara normatif, para founding fathers negara Indonesia sangat menjunjung
tinggi pluralitas yang ada di dalam bangsa Indonesia, baik pluralitas
pemerintahan daerah, kebudayaan, bahasa dan lain-lain.
Justru pluralitas itu merupakan aset yang sangat berharga bagi
kejayaan bangsa.
Beberapa prinsip yang dapat digali dari Pancasila sebagai
alternatif pemikiran dalam rangka menyelesaikan masalah SARA ini antara lain:
Pertama, Pancasila merupakan paham yang mengakui adanya pluralitas kenyataan,
namun mencoba merangkumnya dalam satu wadah ke-indonesiaan. Kesatuan tidak
boleh menghilangkan pluralitas yang ada, sebaliknya pluralitas tidak boleh menghancurkan
persatuan Indonesia. Implikasi dari paham ini adalah berbagai produk hukum
dan perundangan yang tidak sejalan dengan pandangan ini perlu ditinjau kembali,
kalau perlu dicabut, karena jika tidak akan membawa risiko sosial politik yang
tinggi. Kedua, sumber bahan Pancasila adalah di dalam tri prakara, yaitu dari
nilai-nilai keagamaan, adat istiadat dan kebiasaan dalam kehidupan bernegara
yang diterima oleh masyarakat. Dalam konteks ini pemikiran tentang toleransi,
kerukunan, persatuan, dan sebagainya idealnya digali dari nilai-nilai agama,
adat istiadat, dan kebiasaan kehidupan bernegera yang diterima oleh masyarakat
Kegiatan Belajar 2
PANCASILA DAN PERMASALAHAN
HAM
Hak asasi manusia menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, adalah hak
yang melekat pada kemanusiaan, yang tanpa hak itu mustahil manusia hidup
sebagaimana layaknya manusia. Dengan demikian eksistensi hak asasi manusia
dipandang sebagai aksioma yang bersifat given, dalam arti kebenarannya
seyogianya dapat dirasakan secara langsung dan tidak memerlukan penjelasan
lebih lanjut (Anhar Gonggong, dkk., 1995: 60).
Masalah HAM merupakan masalah yang kompleks, setidak-tidaknya ada
tiga masalah utama yang harus dicermati dalam membahas masalah HAM, antara
lain: Pertama, HAM merupakan masalah yang sedang hangat dibicarakan, karena (1)
topik HAM merupakan salah satu di antara tiga masalah utama yang menjadi
keprihatinan dunia. Ketiga topik yang memprihatinkan itu antara lain: HAM,
demokratisasi dan pelestarian lingkungan hidup. (2) Isu HAM selalu diangkat oleh
media massa setiap bulan Desember sebagai peringatan diterimanya Piagam Hak
Asasi Manusia oleh Sidang Umum PBB tanggal 10 Desember 1948. (3) Masalah HAM
secara khusus kadang dikaitkan dengan hubungan bilateral antara negara donor
dan penerima bantuan. Isu HAM sering dijadikan alasan untuk penekanan secara
ekonomis dan politis.
Kedua, HAM sarat dengan masalah tarik ulur antara paham
universalisme dan partikularisme. Paham universalisme menganggap HAM itu
ukurannya bersifat universal diterapkan di semua penjuru dunia. Sementara paham
partikularisme memandang bahwa setiap bangsa memiliki persepsi yang khas
tentang HAM sesuai dengan latar belakang historis kulturalnya, sehingga setiap
bangsa dibenarkan memiliki ukuran dan kriteria tersendiri.
Ketiga, Ada tiga tataran diskusi tentang HAM, yaitu (1) tataran filosofis,
yang melihat HAM sebagai prinsip moral umum dan berlaku universal karena
menyangkut ciri kemanusiaan yang paling asasi. (2) tataran ideologis, yang
melihat HAM dalam kaitannya dengan hak-hak kewarganegaraan, sifatnya
partikular, karena terkait dengan bangsa atau negara tertentu. (3) tataran
kebijakan praktis sifatnya sangat partikular karena memperhatikan situasi dan
kondisi yang sifatnya insidental.
Pandangan bangsa Indonesia tentang Hak asasi manusia dapat ditinjau dapat dilacak dalam
Pembukaan UUD 1945, Batang Tubuh UUD 1945, Tap-Tap MPR dan Undang-undang. Hak
asasi manusia dalam Pembukaan UUD 1945 masih bersifat sangat umum, uraian lebih
rinci dijabarkan dalam Batang Tubuh UUD 1945, antara lain: Hak atas
kewarganegaraan (pasal 26 ayat 1, 2); Hak kebebasan beragama (Pasal 29 ayat 2);
Hak atas kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27 ayat 1);
Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28);
Hak atas pendidikan (Pasal 31 ayat 1, 2); Hak atas kesejahteraan sosial (Pasal
27 ayat 2, Pasal 33 ayat 3, Pasal 34). Catatan penting berkaitan dengan masalah
HAM dalam UUD 1945, antara lain: pertama, UUD 1945 dibuat sebelum
dikeluarkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa
tahun 1948, sehingga tidak secara eksplisit menyebut Hak asasi manusia, namun
yang disebut-sebut adalah hak-hak warga negara. Kedua, Mengingat UUD 1945 tidak
mengatur ketentuan HAM sebanyak pengaturan konstitusi RIS dan UUDS 1950, namun
mendelegasikan pengaturannya dalam bentuk Undang-undang yang diserahkan kepada
DPR dan Presiden.
Masalah HAM juga diatur dalam Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia. Tap MPR ini memuat Pandangan dan Sikap Bangsa Indonesia terhadap Hak Asasi Manusia
serta Piagam Hak Asasi Manusia.
Pada bagian pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap hak asasi manusia,
terdiri dari pendahuluan, landasan, sejarah, pendekatan dan substansi, serta
pemahaman hak asasi manusia bagi bangsa Indonesia. Pada bagian Piagam
Hak Asasi Manusia terdiri dari pembukaan dan batang tubuh yang terdiri dari 10
bab 44 pasal
Pada pasal-pasal Piagam HAM ini diatur secara eksplisit antara
lain:
1.
Hak untuk hidup
2.
Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
3.
Hak mengembangkan diri
4.
Hak keadilan
5.
Hak kemerdekaan
6.
Hak atas kebebasan informasi
7.
Hak keamanan
8.
Hak kesejahteraan
9.
Kewajiban menghormati hak orang lain dan kewajiban membela negara
10.
Hak perlindungan dan pemajuan.
Catatan penting tentang ketetapan MPR tentang HAM ini adalah Tap
ini merupakan upaya penjabaran lebih lanjut tentang HAM yang bersumber pada UUD
1945 dengan mempertimbangkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Perserikatan
Bangsa-Bangsa
Kegiatan Belajar 3
PANCASILA DAN KRISIS
EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi yang telah terjadi pada masa Orba ternyata
tidak berkelanjutan karena terjadinya berbagai ketimpangan ekonomi yang besar,
baik antargolongan, antara daerah, dan antara sektor akhirnya melahirkan krisis
ekonomi. Krisis ini semula berawal dari perubahan kurs dolar yang begitu
tinggi, kemudian menjalar ke krisis ekonomi, dan akhirnya krisis kepercayaan
pada segenap sektor tidak hanya ekonomi.
Kegagalan ekonomi ini disebabkan antara lain oleh tidak
diterapkannya prinsip-prinsip ekonomi dalam kelembagaan, ketidak- merataan
ekonomi, dan lain-lain. yang juga dipicu dengan maraknya praktek monopoli,
Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme oleh para penyelenggara negara
Sistem ekonomi Indonesia yang mendasarkan diri pada filsafat Pancasila serta konstitusi UUD
1945, dan landasan operasionalnya GBHN sering disebut Sistem Ekonomi Pancasila.
Prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam Sistem Ekonomi Pancasila antara lain:
mengenal etik dan moral agama, tidak semata-mata mengejar materi. mencerminkan
hakikat kemusiaan, yang memiliki unsur jiwa-raga, sebagai makhluk
individu-sosial, sebagai makhluk Tuhan-pribadi mandiri. Sistem demikian tidak
mengenal eksploitasi manusia atas manusia, menjunjung tinggi kebersamaan,
kekeluargaan, dan kemitraan, mengutamakan hajat hidup rakyat banyak, dan
menitikberatkan pada kemakmuran masyarakat bukan kemakmuran individu.
==============
DAFTAR PUSTAKA
Modul 1
PANCASILA DAN PENGETAHUAN ILMIAH
1. Bakry, Noor M.S. (1994). Orientasi Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Liberty
2. Bertens (1989). Filsafat Barat Abad XX. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
3. Ismaun. Tinjauan Pancasila Dasar Filsafat Negara Indonesia.
4. Jacob (1999). Nilai-nilai Pancasila sebagai Orientasi
Pengembangan IPTEK. Yogyakarta: Interskip
dosen-dosen Pancasila se Indonesia
5. Kaelan (1986). Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Paradigma
6. Kaelan (1996). Filsafat Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta: Penerbit Paradigma
7. Kaelan (1998). Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta: Penerbit Paradigma
8. Kaelan (1999). Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta: Penerbit Paradigma
9. Kattsoff, Louis O. (1986). Element of Philosophy (Terjemahan
Soejono Soemargono: Filsafat).Yogyakarta: Tiara Wancana
10. Liang Gie, The (1998). Lintasan Sejarah Ilmu. Yogyakarta: PUBIB
11. Notonegoro (1975). Pancasila Secara Utuh Populer. Jakarta: Pancoran Tujuh
12. Pangeran, Alhaj (1998). BMP Pendidikan Pancasila. Jakarta: Penerbit Karunika
13. Soemargono, Soejono (1986). Filsafat Umum Pengetahuan. Yogyakarta: Nur Cahaya
14. Soeprapto, Sri (1997). Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan
Tinggi. Yogyakarta: LP-3-UGM
15. Sutardjo (1999). Dasar Esensial Calon Sarjana Pancasila. Jakarta: Balai Pustaka
16. Syafitri, Muarif Achmad (1985). Islam dan Masalah Kengeraan.
Penerbit
17. Wibisono, Koento (1999). Refleksi Kritis Terhadap Reformasi:
Suatu Tinjauan Filsafat dalam jurnal Pancasila No 3 Tahun III Juni 1999. Yogyakarta: Pusat Studi Pancasila UGM
18. Yamin, Muhammad). Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Jakarta: Prapanca
19. Zubair A., Charris (1995). Kuliah Etika. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Modul 2
ASAL MULA PANCASILA
1. A.T. Soegito, 1983, Pancasila Tinjauan dari Aspek Historis,
FPIPS – IKIP, Semarang.
2. A.T. Soegito, 1999, Sejarah Pergerakan Bangsa Sebagai Titik
Tolak Memahami Asal Mula Pancasila, Makalah Internship Dosen-Dosen Pancasila se Indonesia, Yogyakarta.
3. Alhaj dan Patria, 1998. BMP. Pendidikan Pancasila. Penerbit
Karunika, Jakarta 4 – 5.
4. Bakry Noor M, 1998, Pancasila Yuridis Kenegaraan, Liberty, Yogyakarta.
5. Dardji Darmodihardjo, 1978, Santiaji Pancasila, Lapasila, Malang.
6. Harun Nasution, 1983. Filsafat Agama, NV Bulan Bintang. Jakarta.
7. Kaelan, 1993, Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan,
Paradigma, Yogyakarta.
8. Kaelan, 1999, Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan,
Paradigma, Yogyakarta.
9. Koentjaraningrat, 1974, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan,
PT. Gramedia, Jakarta.
10. Notonagoro, 1957, Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila
Cet. 2, Pantjoran tujuh Jakarta.
11. Soenoto, 1984, Filsafat Pancasila Pendekatan Melalui Sejarah
dan Pelaksanaannya, PT. Hanindita,Yogyakarta.
Modul 3
FUNGSI DAN KEDUDUKAN PANCASILA
1. Heuken, 1988, Ensiklopedi Populer Politik Pembangunan
Pancasila, edisi 6, Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta.
2. Kaelan, 1996, Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan,
Paradigma, Jogjakarta.
3. Koentjaraningrat, 1980, Manusia dan Kebudayaan Indonesia, PT.
Gramedia, Jakarta.
4. Manuel Kasiepo, 1982, Dari kepolitikan Birokratik ke
Korporatisme Negara, Birokrasi, dan Politik di Indonesia Era Orde Baru, Dalam
Jurnal Ilmu Politik, AIPI-LIPI, PT. Gramedia, Jakarta.
5. Notonagoro, 1980, Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila,
Cet. 9, Pantjoran tujuh, Jakarta.
6. Soeprapto, 1997, Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi,
LP.3 UGM, Jogjakarta.
7. Suhadi, 1995, Pendidikan Pancasila, Diktat Kuliah Fakultas
Filasafat, UGM. Jogjakarta.
8. Suhadi, 1998, Pendidikan Pancasila, Diktat Kuliah, Jogjakarta.
Modul 4
PANCASILA DAN PEMBUKAAN UUD’45
1. Kaelan, 1999, Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan,
Paradigma, Jogjakarta.
2. Notonagoro, 1975, Pancasila Secara Ilmiah Populer, Pantjuran
Tujuh, Jakarta.
Modul 5
PELAKSANAAN PANCASILA
1. Hadi Sitia Unggul, SH, 2001, Ketetapan MPR 2001, 2000 dan
perubahan I dan II UUD 1945, Harvarindo, Jakarta.
2. Kuntowijoyo, 1997, Identitas Politik Umat Islam, Mizan, Bandung.
3. Moh. Mahfud, 1998, Pancasila Sebagai Paradigma Pembaharuan
Tatanan Hukum, dalam Jurnal Pancasila no. 32 Tahun II, Desember 1998, Pusat
Studi Pancasila UGM, Yogyakarta.
4. Notonagoro, 1971, Pancasila Secara ilmiah Populer, Pantjuran
Tujuh, Jakarta.
5. Oxford Advanced Learner ‘s Dictionary
of Current English*, 1980
6. Pranarka, A.M.W., 1985, SejarahPemikiran Tentang Pancasila,
CSIS, Jakarta.
7. Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, 1999, Reformasi di Indonesia
dalam Perspektif Filsafat Sejarah, dalam Jurnal Pancasila no. 3 Tahun III, Juli
1999, Pusat Studi Pancasila UGM, Yogyakarta.
8. Susilo Bambang Yudhoyono, 1999, Keformasi Politik dan Keamanan
(Refleksi Kritis), dalam Jurnal Pancasila no. 3 Tahun III, Juli 1999, Pusat
Studi Pancasila UGM, Yogyakarta.
Modul 6
PANCASILA DAN PERMASALAHAN AKTUAL Pustaka Primer
1. Undang-Undang Dasar 1945 beserta Amandemen Tahap Pertama
2. Ketetapan-Ketetapan MPR RI dalam Sidang Istimewa tahun 1998
3. Ketetapan-Ketetapan MPR RI dalam Sidang Umum tahun 1998
Pustaka Sekunder
1. Nopirin, 1980, Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila,
Pancoran Tujuh, Jakarta, Cet 9.
2. Nopirin,1999, Nilai-nilai Pancasila sebagi Strategi
Pengembangan Ekonomi Indonesia, Internship
Dosen-Desen Pancasila Se-Indonesia, Yogyakarta.
3. Pranarka, A.M.W., 1985, Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila,
CSIS, Jakarta.
4. Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, 1999, Reformasi di Indonesia
dalam Perspektif Filsafat Sejarah, dalam Jurnal Pancasila No. 3 Th III Juni
1999, Pusat Studi Pancasila UGM, Yogyakarta.
5. Susilo Bambang Yudhoyono, 1999, Reformasi Politik dan Keamanan
(Refleksi Kritis), dalam Jurnal Pancasila No. 3 Th III Juni 1999, Pusat Studi
Pancasila UGM, Yogyakarta.
6. Syaidus Syakar, 1975, Pancasila pohon Kemasyarakatan dan
Kenegaraan Indonesia, Alumni,Bandung.
0 Response to "PANCASILA DAN PERMASALAHAN AKTUAL"
Post a Comment